Part 2
Sudah seminggu semenjak kepindahanku ke sekolah ini, dan sampai saat ini
pun aku belum mendapat satupun teman. Ku hibur diriku dengan berfikiran
“bukannya ini wajar untuk anak baru”. Namun aku sama sekali tak bisa menipu
diri sendiri rasa haus akan keberadaan teman menggerogoti, “Ahh” teriakku dalam
hati, ingin ku teriak lebih keras “aku dehidrasi”.
Saat jam istirahat aku pergi ke kantin sekolah yang sedikit jauh dari
kelasku. Sistem katin diseini adalah kompetisi. Maksudnya dalam satu lahan
terdiri dari satu bangunan yang disebut kantin namun terdiri dari empat warung yang
masing masing menjual makanan yang hampir sama. Tinggal kreatifitas para
penjual untuk menarik siwa-siswa kelaparan untuk duduk diblok warungnya.
Setelah makan nasi kuning di warung
yang penjualnya di panggil Bude(dengan dialek jawa kental), aku kembai ke
kelas. Setidaknya itulah rutinitasku sejak seminggu yang lalu. Kudapati beberapa
siswa yang lain ada yang sedang menikmati bekal yang mereka bawa dari rumah,
dan beberapa yang lainnya sibuk menggosip dengan ketawa mereka yang menganga
layaknya kuda nil yang menguap. Benar-benar pertunjukan menarik yang sangat
tidak cocok di tampilkan oleh seorang perempuan.
Jam pelajaran ketiga dimulai, ibu Muriana sebagai guru sejarah menjelaskan
kejadian-kejadian penting saat perang diponegoro yang membuat seluruh kelas
mengantuk. Aku sendiri memutuskan untuk membaca novel terjemahan jepang, dan
masuk keduniaku sendiri.
Cowok pemalas di depanku bahkan
telah tertidur lelap sebelum ibu Muriana atau yang kerap di panggil bu Ana itu
masuk mengajar. Ia hanya keluar kelas saat jam istirahat dan kembali
melanjutkan tidurnya saat jam istirahat selesai. Lagi-lagi tak ada satupun guru
yang menegurnya.
Aku mempunyai beberapa sepekulasi terhadapnya. Mungkinkah ia murid yang
kelakuannya tidak dapat diperbaiki sehingga semua guru menyerah terhadapnya,
atau mungkin saja ia orang yang sangat pintar sehingga tidak perlu mendengar
ceramah guru lagi seperti yang sering terjadi pada karakter dalam komik atau
novel yang pernah kubaca. Yang pasti, tebakan pertamalah yang paling cocok
untuk di kehidupan nyata ini.
Saat aku membolak-balikan novelku secarik potongan kertas jatuh dengan catatan kecil yang ditulis rapi diatasnya.
Kertas putih dengan garis merah jambu, sobekannya sangat rapih, hampir tak
terlihat seperti sobekan kertas. Tulisannya sangat indah sampai-sampai aku
menebak penulisnya adalah seorang cewek jika saja aku tak melihat nama
pengirimnya di sudut bawah sebagai kata penutup.
Isinya:
Mohon, temui aku di perpustakaan sepulang sekolah.
Dari: Delta, Orang yang punya hutang denganmu
Orang yang pernah berhutang denganku? Dengan cepat aku teringat dengan kata
si cowok seyum. “Kau mungkin tidak mengingatnya tapi aku berutang budi denganmu
sebelumnya” setidaknya begitulah yang dapat kuingat. Apa ini hanya lelucon?
Paling, ia hanya ingin mengejekku atas tindakan anehku kemarin.
Sepulang sekolah aku memutuskan untuk tidak menuruti surat itu, kalau ia
ingin berkenalan kan dia dapat melakukannya dikelas. Karena alasan itulah aku
pikir ini hanya lelucon. Setelah bel berbunyi kugendong ranselku dan memutuskan
untuk langsung pulang. Namun, ketika aku berdiri walikelas yang tidak lain
adalah pak Lafyan menyuruhku untuk ikut keruangannya. Tentu saja aku
menurutinya tanpa perlawanan
Pak Lafyan ternyata hanya menyuruku untuk mengisi biodata dan angket siswa.
Di situ aku diharuskan untuk mengisi Kolom hobi. Tanpa berpikir panjang aku
menulis nya dengan “membaca Light Novel terjemahan terutama cerita
misteri(Detektif)”dan memberikan kembali kepada pak Lafyan.
“Hobimu bagus juga” pak Lafyan buka mulut dan matanya yang terlihat
mengamati kertas yang beberapa menit yang lalu berada di tanganku. “Kupikir kau
cocok denganku”. Mukaku mulai memerah saat ia menggunakan kaka ‘cocok’ dalam
kalimatnya, oh aku pasti aku menyalah artikannya.Bagaimana aku tidak tersipu ,
walikelasku ini adalah seorang pria bujangan yang parasnya terbilang tampan
ditambah dengan kacamata trendinya, menambah kesan muda.hanya seragam
dinasnyalah yang membedakan umur kami.kalau saja ia ngedet ma aku di mall tak
akan ada yang tahu bahwa ia adalah guruku. Kami akan diangggap sebagai pasangan
muda biasa.
Sesaat hening dalam ruangan yang yag hanya terdapat dua orang yang terdiri
dari seorang guru dan murid . tiba-tiba tawa pak Lafyan memecah suasana.
“Tolong jangan dianggap serius kata-kataku sebelumnya” masih dengan ekspresi
tawanya namun sekarang lebih ditahan. Aku ikut tertawa lirih,lebih kepada
menertawai diriku sendiri.
Tawa kami pun mereda “apa masih ada
keperluan lagi nih pak?” tanyaku.
“tidak ada semua sudah selesai”
“Kalau begitu saya pulang dulu” ia hanya mengangguk seakan mengatakan
‘silahkan!’. Namun saat aku berbalik menghadap pintu keluar, “Oh, iya...
menurutku kau cukup manis”aku berpura-pura tidak mendengar kata terakhirnya itu
dan langsung keluar ruangan.
Manis? Oh sekali lagi aku tersipu, apa yang baru saja ia katakan aku ini
manis. Oh tunggu dulu, aku tak mau jatuh ke lubang yang sama. Kalau saja ia
melihat wajahku yang sekarang, tentu tawanya akan pecah lagi, mungkin lebih
keras dari sebelumnya. Lagipula ia bilang ‘cukup’, itu artinya mendapat nilai
‘C’ dan bahkan itu belum mencapai satandar kelulusan (setidaknya untuk Kurkulum
2013).
Aku berjalan di atas koridor. Untuk menuju ke pintu gerbang depan sekolah,
aku harus melewati depan perpustakaan. Aku sama sekali tak punya niat untuk
singgah atau sekadar mengintip untuk memastikan kebenaran surat itu. Tapi, apa
yang ku liahat di depan perpustakaan sangat mengejutkan. Sepasang bibir yang
menyunggingka senyum berdiri di depan pintu perpustakaan sekolah. ‘Apa ia
menunggu ku?’ Tapi setelah melihat dia, aku mengabaikannya seolah sama sekali
tak melihat apa-apa. Dan langsung pulang kerumah.
OOO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar